Dibalik Nikmatnya Saham Gorengan

Dibalik Nikmatnya Saham Gorengan

Saham gorengan ibarat jajanan gorengan rasanya gurih alias renyah, yang harganya bisa melonjak berlipat ganda dalam waktu singkat. Tapi, jangan salah! Yang namanya gorengan, kalau keseringan juga gak sehat buat badan.
Sebagian besar investor saham pemula mungkin sumringah ketika melihat profit saham tersebut. Alhasil, mereka memutuskan tetap memegang saham itu hingga hari esok.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, harga saham tersebut anjlok
Pengin tahu dengan ciri-ciri saham gorengan yang diperdagangkan di bursa? Yuk simak ulasannya di bawah ini.

1. Saham lapis tiga
Saham ini memiliki kapitalisasi di bawah Rp 500 M dan harga saham per lembarnya juga rata-rata murah, sebut saja seperti Rp 50 hingga Rp 100 perak per lembar.
Tentunya heran kalau melihat sebuah saham bukan milik perusahaan besar tapi harganya melonjak. Ada sentimen apa kok sampai melonjak? Usut punya usut, ternyata banyak yang beli saham tersebut dan otomatis harganya pun naik.
Sesuai hukum ekonomi saja, ketika volume perdagangan terhadap suatu produk itu naik maka harganya juga naik, bukan? Sementara kalau produk itu gak laris maka kadang produsen atau distributor banting harga biar cepat laku.

2. Saham emiten baru
Saham gorengan rata-rata juga berasal dari saham emiten baru yang baru saja melantai. Harga saham emiten ini umumnya memang naik terus menerus bahkan ada yang mencapai ratusan persen dalam beberapa hari.
Dan gak jarang, setelah dua atau tiga hari maka harganya anjlok drastis. Itu sebabnya, berburu saham IPO (atau saham yang baru melantai) harus penuh kehati-hatian.

3. Harganya gak beraturan
Coba kamu perhatikan saham GGRM) atau BCA (BBCA). Semua saham itu punya volatilitas harga yang cukup stabil. GGRM contohnya, patokan harga naik turunnya pun jelas..
Bagaimana dengan saham gorengan?
Bisa jadi, saham ini bertengger di harga Rp 50 perak saja. Lalu singkat cerita jadi Rp 100 dan beberapa saat kemudian jadi Rp 150 atau Rp 200-an. Dan, keesokan harinya, saham ini kembali terperosok lagi ke Rp 50 perak.

Giliran sudah balik Rp 50 perak lagi, gak ada yang mau beli. Kalaupun ada yang beli, harganya juga gak bakal naik sesuai dengan yang diharapkan.